ratughibah – Belakangan, perbincangan tentang pemberhentian wakil presiden mencuat ke permukaan, terutama terkait dengan potensi usulan pemakzulan terhadap wakil presiden yang sedang berkuasa. Feri Amsari, seorang pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, memberikan pandangannya mengenai mekanisme hukum yang terlibat dalam proses tersebut.
Mengapa DPR Terlibat dalam Proses Pemberhentian Wakil Presiden?
Menurut Feri Amsari, seorang purnawirawan jenderal TNI yang ingin mengusulkan pemberhentian wakil presiden tidak bisa hanya menyampaikan tuntutan itu kepada presiden. Sebaliknya. Ia menekankan bahwa usulan tersebut seharusnya disampaikan juga kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang berperan sebagai pihak yang mengusulkan pemberhentian wakil presiden berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
UUD 1945 menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul dari DPR. Hal ini menjadikan DPR sebagai kunci utama dalam proses impeachment, karena tanpa dukungan dari lembaga legislatif ini, proses pemakzulan tidak bisa dilanjutkan.
Tahapan Usulan Pemberhentian di DPR
Setelah usulan pemakzulan disampaikan kepada DPR, langkah selanjutnya adalah pembahasan di sidang paripurna. Menurut Feri. Agar pemberhentian dapat dilanjutkan, diperlukan persetujuan minimal dua pertiga (2/3) dari total anggota DPR yang sedang menjabat. Dengan jumlah anggota DPR pada periode 2024-2029 yang mencapai 580 orang. Maka sidang paripurna harus dihadiri oleh setidaknya 386 anggota untuk dapat melanjutkan usulan tersebut.
Namun. Di balik mekanisme hukum yang jelas ini, ada tantangan besar yang dihadapi. Sebagian besar anggota DPR saat ini berasal dari koalisi pemerintah yang mendukung pemerintahan yang ada. Ini membuat kemungkinan untuk mencapai dua pertiga suara dalam mendukung pemakzulan cukup kecil, mengingat mayoritas parlemen tidak ingin mengguncang stabilitas pemerintahan yang sedang berjalan.
Persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK)
Jika usulan pemberhentian berhasil melewati tahapan sidang paripurna di DPR, langkah selanjutnya adalah membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Proses ini menjadi sangat penting, karena MK akan memutuskan apakah wakil presiden yang sedang berkuasa dapat diberhentikan atau tidak. MK, sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk menilai konstitusionalitas tindakan tersebut. Akan menjadi pihak yang memberikan keputusan akhir dalam proses impeachment ini.
Tantangan dan Realitas Politik
Meskipun secara hukum proses pemakzulan ini dimungkinkan. Realitas politik di Indonesia tidak semudah yang terlihat di atas kertas. Dukungan dari DPR yang mayoritas berada di tangan koalisi pemerintah menjadi salah satu hambatan utama. Ditambah lagi, proses yang melibatkan MK juga memerlukan waktu dan pertimbangan yang mendalam.
Namun, situasi ini tidak menghalangi ruang untuk diskusi lebih lanjut tentang bagaimana mekanisme hukum dapat dijalankan secara transparan dan adil. Terutama dalam menjaga keseimbangan kekuasaan antara lembaga eksekutif dan legislatif.
Kesimpulan
Pemberhentian wakil presiden melalui proses impeachment adalah mekanisme yang diatur secara konstitusional dalam UUD 1945. Namun, proses tersebut tidaklah mudah dan melibatkan berbagai tahapan yang harus dilalui. Mulai dari pengajuan usulan di DPR hingga persidangan di Mahkamah Konstitusi. Meskipun secara teori hal ini dapat terjadi, tantangan politik dan realitas mayoritas yang ada di DPR saat ini menjadi faktor yang harus diperhitungkan dalam menjalankan proses ini.
Pemahaman yang baik tentang prosedur hukum ini sangat penting, agar masyarakat dapat melihat bagaimana sistem demokrasi berjalan dengan semestinya, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip konstitusionalitas yang ada.