ratughibah – Jakarta — Polemik dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus bergulir. Kasus yang menyeret nama mantan Menteri Nadiem Makarim itu menuai kecaman dari berbagai pihak, salah satunya dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G).
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri. Menyayangkan penggunaan anggaran fantastis tersebut yang dinilai tidak tepat sasaran. Menurutnya, dana sebesar itu seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan yang jauh lebih mendesak di dunia pendidikan. Seperti peningkatan kesejahteraan guru honorer yang hingga kini masih banyak belum terpenuhi.
“Kami sangat prihatin. Dengan anggaran sebesar Rp9,9 triliun. Seharusnya prioritasnya adalah kesejahteraan guru honorer. Bukan pengadaan perangkat yang dari awal sudah memunculkan kecurigaan,” tegas Iman dalam keterangannya, Jumat (28/6/2025).
Kecurigaan Sejak Awal: Harga dan Spesifikasi Tidak Masuk Akal
Iman mengungkapkan bahwa sejak awal proyek pengadaan laptop Chromebook tersebut sudah menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat dan pegiat pendidikan. Salah satu kejanggalan yang disoroti adalah ketidakseimbangan antara spesifikasi laptop yang diterima sekolah dengan harga per unit yang terlampau tinggi.
“Kalau melihat spesifikasi teknis perangkatnya. Jelas tidak sebanding dengan harga yang dikeluarkan. Ini harus dibongkar secara terbuka agar publik tahu kebenarannya,” lanjut Iman.
Menurutnya, dugaan mark-up harga dan potensi penyimpangan anggaran harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum. Terutama Kejaksaan Agung yang saat ini tengah menyelidiki perkara tersebut.
Kejagung Periksa Tiga Staf Khusus dan Nadiem Makarim
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung RI telah memanggil dan memeriksa tiga staf khusus di lingkungan Kemendikbudristek terkait proyek pengadaan laptop ini. Mantan Menteri Nadiem Makarim pun turut diperiksa untuk dimintai klarifikasi atas kebijakan dan pelaksanaan proyek tersebut.
Meski begitu, P2G berharap proses penyelidikan berjalan transparan, tanpa tebang pilih. Dan berorientasi pada kepentingan masyarakat, khususnya dunia pendidikan.
“Jangan sampai kasus ini hanya berhenti di permukaan. Publik berhak tahu siapa saja yang terlibat dan bagaimana aliran dananya,” tegas Iman.
P2G: Prioritaskan Anggaran untuk Guru Honorer
Iman juga mengingatkan bahwa permasalahan guru honorer di Indonesia masih menjadi PR besar yang belum terselesaikan. Jumlah guru honorer yang belum diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maupun PNS masih sangat tinggi. Sementara kesejahteraan mereka kerap tidak layak.
“Seandainya dana Rp9,9 triliun itu dialokasikan untuk peningkatan gaji, pelatihan, atau pengangkatan guru honorer. Dampaknya akan jauh lebih besar dan nyata bagi kualitas pendidikan kita,” jelasnya.P2G berharap momentum kasus ini menjadi evaluasi besar bagi Kemendikbudristek dalam mengelola anggaran, agar benar-benar menyasar kebutuhan utama pendidikan, bukan proyek-proyek yang berpotensi merugikan negara.