ratughibah – Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengungkapkan kekhawatirannya terkait kebijakan yang diambil oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang melibatkan TNI dalam mendidik siswa bermasalah. Atnike menilai bahwa hal ini bukan merupakan kewenangan TNI, dan kebijakan tersebut perlu dipertimbangkan kembali. Terutama terkait dengan tujuan dan dampaknya bagi siswa yang terlibat.
Pendidikan Kewarganegaraan yang Seharusnya
Dalam pernyataannya, Atnike menjelaskan bahwa kunjungan siswa ke lembaga-lembaga negara seperti TNI, Polri, atau Komnas HAM bisa dimaklumi, asalkan tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman tentang fungsi dan tugas masing-masing instansi. Menurutnya, hal ini bisa menjadi bagian dari pendidikan karier untuk membantu anak-anak memahami tugas masing-masing lembaga negara.
“Tujuan dari kunjungan semacam itu adalah untuk mengenalkan peran lembaga negara dalam kehidupan masyarakat. Namun, jika TNI dilibatkan untuk memberikan pendidikan kemiliteran atau hukuman kepada siswa, hal itu perlu dipertanyakan,” ujarnya.
TNI dan Pendidikan Kemiliteran Sebagai Hukuman
Kritik tajam diberikan oleh Atnike terhadap pelibatan TNI dalam bentuk pendidikan kemiliteran. terutama apabila hal ini dipakai sebagai metode hukuman bagi siswa bermasalah. Ia menekankan bahwa pendidikan seperti itu harus mengacu pada aturan hukum yang jelas. terlebih bila melibatkan anak-anak di bawah umur.
“Pelibatan TNI dalam pendidikan yang sifatnya kemiliteran sebagai bentuk hukuman jelas keliru. Itu melanggar prinsip-prinsip perlindungan anak yang seharusnya lebih humanis dan berdasarkan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Pentingnya Pendekatan Berbasis Hukum dan Kemanusiaan
Menurut Atnike, kebijakan ini bisa berisiko melanggar hak-hak anak jika tidak dilaksanakan dengan dasar hukum yang jelas. Ia menekankan pentingnya melibatkan pendekatan yang lebih berfokus pada hak-hak anak. serta mendahulukan metode yang lebih rehabilitatif dan mendidik daripada pendekatan yang bersifat militeristik.
Komnas HAM menegaskan bahwa dalam setiap kebijakan yang melibatkan anak-anak. Terutama terkait masalah disiplin atau hukuman. Harus ada landasan hukum yang sesuai dengan perlindungan hak anak. Baik itu dalam ranah pidana maupun di luar pidana.