ratughibah – Pada 5 Agustus 2024, Militer Bangladesh resmi mengambil alih kekuasaan setelah Perdana Menteri Sheikh Hasina mengundurkan diri dan melarikan diri dari negara tersebut. Kejadian ini menandai titik balik dalam krisis politik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan, di mana jutaan rakyat Bangladesh turun ke jalan untuk menuntut keadilan dan perubahan.
Tuduhan Kecurangan Pemilu Memicu Gelombang Protes
Krisis ini bermula pada Januari 2024, ketika tuduhan kecurangan pemilu mencuat dan menimbulkan ketidakpuasan besar di kalangan rakyat Bangladesh. Pemilu yang seharusnya menjadi ajang demokrasi malah dituduh sebagai ajang manipulasi untuk mempertahankan kekuasaan Sheikh Hasina. Tuduhan ini memicu protes massal yang berkembang pesat menjadi gerakan nasional. Jutaan orang turun ke jalan di seluruh negeri, menuntut pengunduran diri Hasina dan pemulihan keadilan demokratis.
Kerusuhan Berdarah di Berbagai Kota
Protes yang semula damai, seiring waktu berubah menjadi kerusuhan yang meluas. Sejak 1 Juli 2024, ketegangan meningkat tajam setelah Pengadilan Tinggi Bangladesh membatasi kuota jabatan pegawai negeri, yang menambah minyak pada api ketidakpuasan rakyat. Kerusuhan besar pun meletus, menewaskan sedikitnya 300 orang dan melukai ribuan lainnya.
Di berbagai kota besar seperti Dhaka, Chattogram, Rangpur, dan Cumilla, mahasiswa dan demonstran lainnya
bersenjatakan tongkat dan batu berhadapan dengan polisi bersenjata. Ketidakstabilan ini mengguncang fondasi negara dan mengancam untuk menghancurkan tatanan sosial yang sudah rapuh.
Pengunduran Diri Sheikh Hasina dan Peran Militer
Di tengah memuncaknya protes dan kekerasan yang tak kunjung mereda, Sheikh Hasina akhirnya melarikan diri dengan menggunakan helikopter pada 5 Agustus 2024. Jenderal Waker-Uz-Zaman, tokoh militer yang berpengaruh di Bangladesh, kemudian mengumumkan bahwa Hasina telah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri.
Militer, yang telah lama menjadi kekuatan dominan di Bangladesh, segera mengambil alih pemerintahan dengan dalih menjaga stabilitas dan keamanan negara. Jenderal Waker-Uz-Zaman menyatakan bahwa militer akan membentuk pemerintahan sementara untuk memimpin negara keluar dari krisis ini dan mempersiapkan pemilu yang lebih transparan dan adil.
Respon Warga: Harapan dan Kegembiraan di Tengah Ketidakpastian
Meskipun kekerasan terus berlanjut di beberapa daerah, banyak warga Bangladesh merasa lega dengan pengunduran diri Hasina dan mengambil alihnya kekuasaan oleh militer. Bagi sebagian orang, peristiwa ini mengingatkan mereka pada perjuangan kemerdekaan Bangladesh
dari Pakistan pada tahun 1971, ketika rakyat bangkit melawan penindasan.
Namun, ada pula kekhawatiran bahwa pengambilalihan kekuasaan oleh militer dapat memperpanjang periode ketidakstabilan dan represi, mengingat sejarah Bangladesh yang sering dilanda kudeta militer dan pemerintahan otoriter. Meskipun demikian, harapan akan perubahan yang lebih baik tetap hidup di hati banyak warga Bangladesh.
Imbauan Kewaspadaan bagi WNI di Bangladesh
Menanggapi situasi yang semakin memanas, Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Dhaka
telah mengeluarkan imbauan bagi Warga Negara Indonesia (WNI) di Bangladesh untuk meningkatkan kewaspadaan. Kemlu juga menyarankan WNI untuk menunda perjalanan ke Bangladesh hingga situasi keamanan membaik.
Pemerintah Indonesia berharap agar situasi di Bangladesh segera stabil dan konflik dapat diselesaikan melalui dialog damai. Bagi WNI yang saat ini berada di Bangladesh, disarankan untuk selalu memantau perkembangan situasi dan mengikuti arahan dari KBRI Dhaka.
Masa Depan Bangladesh: Jalan Menuju Stabilitas atau Ketidakpastian?
Dengan militer yang kini memegang kendali, masa depan Bangladesh masih penuh dengan ketidakpastian. Apakah militer akan mampu memulihkan stabilitas dan memimpin negara menuju pemilu yang adil, atau justru akan membawa Bangladesh ke dalam siklus kekerasan dan represi yang baru?
Banyak yang berharap bahwa krisis ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi Bangladesh, untuk membangun sistem politik yang lebih kuat, adil, dan inklusif. Namun, hanya waktu yang akan menunjukkan apakah harapan tersebut dapat terwujud di tengah dinamika politik yang begitu kompleks.