Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, resmi diamankan aparat setelah tiba di Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila. Penangkapan ini dilakukan pada Senin, 10 Maret 2025, atas dasar permintaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Ia diduga terlibat dalam pelanggaran berat hak asasi manusia selama program pemberantasan narkoba di masa kepemimpinannya.
Dibekuk Usai Turun Pesawat
Begitu Duterte menginjakkan kaki di tanah kelahirannya setelah kunjungan dari Hong Kong, aparat keamanan langsung meringkusnya. Penangkapan itu berlangsung tanpa perlawanan berarti, meskipun situasinya sempat menarik perhatian publik di lokasi. Ia kemudian dibawa ke fasilitas tahanan khusus di Manila sambil menunggu proses hukum lebih lanjut.
Perintah penangkapan ini berasal dari ICC, lembaga internasional yang selama beberapa tahun terakhir menyelidiki berbagai dugaan pelanggaran dalam perang melawan narkoba yang ia gagas. Program tersebut diklaim menyebabkan ribuan kematian, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil yang diduga terlibat narkotika tanpa proses pengadilan yang layak.
Pernyataan Duterte Sebelum Ditahan
Hanya satu hari sebelum kejadian itu, Duterte sempat memberikan pidato di depan pendukungnya di Hong Kong. Dalam pernyataannya, ia mengaku sudah siap menghadapi segala kemungkinan, termasuk penangkapan.
“Dengan asumsi surat perintah itu benar, saya melakukannya bukan untuk pribadi saya, tetapi demi keluarga, masyarakat, dan bangsa kita,” ujar Duterte dengan nada emosional. Komentarnya itu dinilai sebagai bentuk kesiapan menghadapi proses hukum internasional, meski ia tetap menegaskan bahwa kebijakan kerasnya waktu itu demi menjaga Filipina dari ancaman narkoba.
Respon Beragam Dari Warga Filipina
Berita penangkapan mantan orang nomor satu Filipina ini langsung menjadi sorotan utama. Sebagian besar keluarga korban yang terdampak program pemberantasan narkoba menyambut baik tindakan ICC. Mereka menilai ini sebagai langkah awal menuju keadilan setelah bertahun-tahun kasus tersebut mandek di dalam negeri.
Namun, tak sedikit pula masyarakat yang menganggap penangkapan ini sebagai bentuk ketidakadilan. Mereka beranggapan Duterte hanya berusaha menjaga ketertiban negara, dan kebijakan ekstremnya waktu itu mampu menekan peredaran narkoba secara signifikan. Kelompok loyalis bahkan mulai menyerukan protes, menilai penahanan ini sebagai campur tangan asing dalam urusan dalam negeri Filipina.
Proses Hukum Masih Panjang
Pemerintah Filipina, lewat juru bicara istana, menegaskan akan bersikap netral dan menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berjalan. Meski sempat keluar dari keanggotaan ICC pada 2019, negara itu kini menunjukkan sikap kooperatif dengan aparat internasional.
Duterte sendiri akan menjalani sejumlah tahapan hukum sebelum akhirnya diputuskan apakah ia akan diekstradisi ke Den Haag, markas besar ICC, untuk diadili. Tuduhan yang dihadapi termasuk pembunuhan massal, penghilangan nyawa tanpa proses hukum, dan pelanggaran serius hak asasi manusia.
Masa Depan Duterte di Tangan Pengadilan
Apabila terbukti bersalah, Duterte berpotensi menghadapi hukuman berat, termasuk penjara seumur hidup. Tim pengacaranya yang terdiri dari sejumlah ahli hukum ternama Filipina telah menyatakan siap membela klien mereka dengan bukti dan argumentasi hukum yang telah disiapkan.
Penangkapan ini menjadi babak baru dalam perjalanan hukum Rodrigo Duterte. Sosok yang pernah dielu-elukan sebagai pemimpin tegas kini harus menghadapi pertanggungjawaban atas kebijakan kontroversialnya. Dunia internasional dan rakyat Filipina sama-sama menanti bagaimana kelanjutan nasibnya dalam proses hukum yang sedang berjalan.